Berharap KPK Tangkap Oknum Manfaatkan SDA
PALEMBANG, SuaraSumselNews- RAPAT koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi sektor Sumber Daya Alam (SDA) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pemprov Sumsel, harus menjadi titik tolak penyelamatan SDA disini.
Rapat yang di laksanakan, 2-4 April 2018 bertempat di Hotel Excelton, Selasa (3/4). Ada empat sektor yang meliputi sektor kehutanan, pertambangan, perkebunan dan kelautan. Yang harus menjadi sumber daya yang mensejahterakan masyarakat bukan menjadi ladang bagi para rente pengekploitasi SDA yang marak selama ini.
Pemberian izin secara masif oleh pemerintah daerah baik di Kabupaten maupun di Provinsi tanpa memperhatikan apakah perusahaan itu patuh dan tidak melanggar aturan. Yang menyebabkan kerusakan SDA dan bencana seperti kabut asap dan banjir terjadi selama dua dekade terakhir.
Dalam catatan koalisi masyarakat sipil Sumsel (2016), total terdata 837.520 hektar lahan dan hutan terbakar, 54% atau lebih 427,181 hektar dari lokasi terbakar, berada di kawasan gambut. Kemudian di keringkan untuk kepentingan industri, seperti perkebunan sawit dan hutan tanaman industri.
Selain bencana lingkungan, kedua sektor tersebut juga memicu terjadinya konflik lahan dengan masyarakat setempat. Hutan Tanaman Industri (HTI) sampai dengan tahun 2017 di Sumsel teridentifikasi 109 konflik Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI 2017).
Ditengah sengkarut pengelolaan gambut oleh industri skala besar tersebut, pemerintah bukannya mencabut atau menciutkan izin perusahaan yang terlibat kebakaran hutan dan pelanggaran hukum. Namun justru memberikan fasilitas landswap atau lahan pengganti.
Pemberian lahan pengganti ini dimana yang pertama akan disetujui adalah tiga konsesi Hutan Tanaman Industri(HTI) di Kabupaten OKI Sumsel, di khawatirkan akan mengulang praktek korupsi sektor kehutanan melalui transksional pemberian izin baru. Kebanyakan izin dikeluarkan menjelang peristiwa politik besar seperti pilkada.
Di Sumsel terdapat lebih 1,1 juta hektar perkebunan sawit yang tersebar hampir di semua kabupaten. Data Hak Atas Hutan Kita Institut (HAKI) 2017 mengindikasikan ada lebih dari 50. 000 hektar perkebunan sawit berada dalam kawasan hutan. Bahkan di dalam kawasan swakamargasatwa.
Di sektor pertambangan mineral dan batubara, pemerintah Provinsi Sumsel, melakukan upaya penertiban Izin Usaha Pertambangan (IUP) sejak tahun 2014 dalam rangka koordinasi dan supervisi (Korsup) KPK. Pada tahun 2014 sebanyak 359 IUP minerba diketahui ada di Sumsel akibat dari otonomi daerah yang memberikan kewenangan pada bupati tanpa pengawasan.
Sebagian besar perusahaan pemegang IUP tersebut terbukti melanggar dengan tidak patuh membayar kewajiban untuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi ini berharap segera melakukan review perizinan-perizinan sektor perkebunan dan kehutanan. Dan secara tegas mencabut izin-izin yang melanggar.
Selain itu, tranparansi dan akuntabilitas mekanisme perizinan sektor perkebunan kehutanan, dan pertambangan agar publik mengetahui siapa dan untuk apa SDA tersebut dikelola. Juga, mendesak KPK untuk melakukan penyelidikan indikasi praktek transaksional pemberian izin sektor SDA di Sumsel.
Direktur WALHI Sumsel Hairul Sobri mengatakan, acara ini berfokus pada tiga faktor atau sektor. sektor energi pertambangan, sektor perkebunan tanpa izin-izinnya dan trmasuk kawasan hutan.
“Izin pertambangan sampai saat ini ada 2,5 juta hektar terkait dengan adanya perbaikan administrasi perkebunan dan kehutanan. Hal ini dilakukan terkait dengan transpalasi pemerintahan daerah, kabupaten dan provinsi harus diperbaiki. Khususnya terkait penegakan hukum mencari dimana akar masalahnya,’’ tegas Hairul.
Lanjutnya, sektor kehutanan tidak partisipatif mengenai izin yang tidak terpantau prosesnya dalam tahapan tata ruang peruntukan partisipatif. Ya bisa membuat suatu peta di seluruh sektor dan pemerintah itu sendiri (satu peta kebijakan) terkait mengawasi perizinan di Sumsel.
Dijelaskan, ada sejumlah perusahaan yang belum memberikan izin salah satunya, PT Lonsum dalam kawasan baik dalam dokumenambal, HGU. HGU tidak ada dalam kawasan hutan.
Proses ketimpangan ini sangat menghawatirkan, makanya korupsi ini tak mungkin KPK mengawasinya sendiri dan harus melibatkan seluruh komponen masyarakat. Utamanya, kawasan swakamargasatwa itu yang statusnya sampai saat ini tindak lanjut dari KPK belum sampai pencabutan. Dan beberapa tahun ini, baru sampai dengan proses identifikasi saja.
Kita butuhkan tindakan nyata dari KPK dalam melakukan penangkapan orang-orang yang memanfaatkan SDA itu. Ada 119 perusahaan yang tidak sesuai aturan dalam sektor perkebunan dan kehutanan di Sumsel, pungkasnya. (*)