Kebijaksanaan Membangun Perekonomian Indonesia

PALEMBANG, SuaraSumselNews | Pembangunan perkebunan saat ini dihadapkan kepada pergeseran paradigma baik dilingkungan global maupun domestik khususnya pelaksanaan otonomi daerah. Kecenderungan tersebut menuntut jajaran perkebunan untuk menyesuaikan diri, sehingga untuk membangun sistem dan usaha agribisnis perkebunan dapat dilaksanakan secara optimal, Hal ini disampaikan Wakil ketua DPD RI, Darmayanti Lubis usai menggelar Seminar Kelapa Sawit 2018, yang diselenggarakan atas kerjasama DPD RI dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII,  di hotel Swarna Dwipa, Senin (3/12).

“Sejalan dengan arus globalisasi dan otonomi daerah telah terjadi perubahan kebijaksanaan. Pada intinya untuk memulihkan kembali perekonomian nasional yang mengalami keterpurukan semenjak krisis multidimensi,” ujarnya.

Lanjutnya, terkait permasalahan itu pemerintah mengambil langkah untuk kebijaksanaan untuk membangun perekonomian Indonesia. “Berbagai kecenderungan dan penerapan tersebut ternyata menjadi acuan untuk mendorong pembangunan perkebunan untuk kedepan,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Pemasaran PTPN VII, Achmad Sudarto mengatakan terkait kebijakan permasalahan Kelapa sawit pada distribusi dan produksi. Diharapkan pada seminar kali ini bisa mengeluarkan suatu kebijakan-kebijakan yang akan membantu untuk kesejahteraan para petani sawit di Indonesia khususnya Sumsel.

“Kendalanya, menurut saya ada pada harga jual karena saat ini para petani menjual hasil sawitnya mencapai Rp 400 perkilogram. Tadi telah saya sampaikan dengan harga kecil seperti itu tidak cukup untuk menghidupi kebutuhan hidup sehari-hari,” terangnya.

Memang, harga sawit di Indonesia ada kelebihan untuk disuplai sehingga harga sawit dipasaran menjadi rendah dan turun, itu tergantung harga dipasaran. Penyebabnya, selama dua minggu terakhir harga CPO naik, sehingga dapat diikuti di pasaran menjadi naik.

Kemudian daerah penghasil CPO seperti Cina dan Malaysia akan melakukan peningkatan produksi dalam negeri untuk Bio Diesel jadi efek ekspor risikonya dapat dikurangi akibat dari itu pasar-pasar menjadi banyak. Sehingga kedepan harga dapat lebih baik.

“Harga CPO itu bervariasi berdasarkan blanko Belawan harga jualnya, itu biasanya di kurangi biaya angkut sekitar 200-300 rupiah  tergantung harga LB5. Semakin tinggi LB5 nya semakin rendah kualitasnya sehingga menjadi murah,” pungkasnya.

Liputan : Yulie

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *