39 Paslon Dapat Pencerahan KPK

Pembekalan dan Deklarasi LHKPN

PALEMBANG, SuaraSumselNews- DIDUGA timbulnya kasus korupsi yang menjerat sejumlah kepala daerah, karena mahalnya biaya saat mencalonkan diri. Dampaknya, bila jadi kepala daerah, lakukan korupsi untuk kembalikan biaya yang banyak dikeluarkan.

Penegasan ini diungkapkan Komisioner KPK, Basariah Panjaitan dalam pembekalan anti korupsi dan deklarasi LHKPN di Aula KPU Provinsi Sumsel, Selasa pagi (10/4).

Kata Basariah, disini telah hadir 39 Pasangan Calon (Paslon) yang akan ikut Pilkada Sumsel. “Bapak ibu nanti akan jadi kepala daerah. Pertemuan ini makan biaya yang mahal. Mudah mudahan bermafaat. Tujuannya, adalah dalam rangka pembekalan anti korupsi dan deklarasi LHKPN,’’ ujarnya.

Ini salah satu tugas KPK untuk memberikan larangan. Maksudnya, para calon kepala daerah tidak masuk ranah Tindak Pidana Korupsi (tipikor). ‘’Supaya terwujud Pilkada berintegritas. Saya percaya, semua calon kepala daerah niatnya baik. Niatnya pasti baik, tujuan akhirnya untuk memperbaiki kesejahteraan daerah masing masing,” papar dia.

Dijelaskannya, niat yang baik ini, tugas dari KPK supaya tidak terjadi kejahatan. Kata Kapolda rumus kejahatan N+K (Niat dan Kesempatan). Niat yang baik, jangan sampai ada kejahatan kalau ada kesempatan.

“Bapak dan ibu nanti diberikan kewenangan, mengelola uang yang banyak. Apalagi Sumsel kekayaannya luar biasa. Jangan sampai kesempatan ini, dibuat negatif dalam kewenangan atau mengambil uang negara untuk kejahatan,’’ pinta Basariah.

Dia mengakui, pihaknya datang kesini agar jangan sampai diantara para calon kepala daerah masuk ke tindak penyidikan korupsi. “Ada beberapa celah kepala daerah melakukan korupsi. Antara lain biaya pilkada yang mahal,’’ kilahnya.

Bahwa untuk jadi Bupati/Wali Kota, bisa habiskan uang sedikitnya Rp 20 – Rp 30 milyar. Untuk jadi kepala daerah tingkat Gubernur bisa menghabiskan uang sampai ratusan miliar,” katanya.

Padahal, lanjut Basariah, dari hasil LHKPN calon kepala daerah memiliki kekayaan rata-rata 8 – 9 milyar . Jadi kalau uang dibutuhkan untuk jadi kepala daerah Kabupaten/Kota, Rp 20 – 30 miliar. Sedangkan harta kekayaan sekitar Rp 8-9 milyar.

Maka modus yang dilakukan adalah dengan cara ijon. Dengan minta uang dimuka kepada yang mau membantu saat Pilkada. Ada juga para petahanan sudah mengambil lebih dulu uangnya,” tuturnya.

Modus kedua sambung Basariah, adalah mahar politik. Ini sulit dibuktikan tapi itu ada. Ketiga adalah dinasti politik. Ada suatu daerah ayahnya 2 periode, kemudiannya anaknya calon kepala daerah. Adiknya dan saudaranya mencalonkan diri di DPRD.

“Menurut KPK politik dinasti ada indikasi untuk penguasaan daerah. Itu sebab nya itu menjadi atensi dari KPK,” ucapnya.

Diungakapkanya, bicara money politik, segala cara memberikan uang di Pilkada atau serangan fajar, pihaknya percayakan ke Kapolda jangan sampai terjadi. Karena kalau ada serangan fajar, itu bukan ranah KPK.

“Jangan sampai ada penyidikan. Kalau sudah terjadi penyidikan, percuma disesali. KPU dan Bawaslu punya peran besar jangan sampai terjadi kecurangan,”pintanya.

Seharusnya rekrutmen untuk kepala daerah, benar benar selektif. “Jangan sampai, parpol jadi sumber cari pangkat. Kader parpol bagaimana bisa diberikan pengarahan bagaimana harusnya mencalonkan kepala daerah adalah kader yang terbaik.

Supaya kepala daerah tidak punya uang, niatnya bagus, idenya bagus. Bisa jadi kepala daerah. ‘’Andai semua itu bisa dibiayai negara, korupsi itu tidak terjadi. Kita harus mendidik masyarakat supaya pandai dan bijak dalam memilih,” sergahnya.

Masalah deklarasi LHKPN ini dalam rangka transpalasi. Kekayaan ini nanti diklarifiksi tim KPK. Apakah sesuai dengan yang dilaporkan. Ini merupakan alat pengawas diri sendiri. “Kalau kepala daerah melaporkan kekeyaan Rp 10 milyar. Nanti setahun kemudian dilihat pertambahan kekayaannya wajar atau tidak,’’ urai  Basariah. (*)

laporan : winarni

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *