Dilaksanakan, Selama 5 Hari di Palembang
PALEMBANG, SuaraSumselNews- LEMBAGA Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Juga, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menjadi tuan rumah sidang ke-30 “The Man and Biosphere International Co-ordinating Council (MAB-ICC) UNESCO” di Palembang.
Pelaksanaannya, selama lima hari (24-28/7). Dan acara dipusatkan di Hotel Novotel Kota Palembang. Sidang MAB-ICC ini merupakan pertemuan tahunan dari negara-negara anggota UNESCO yang tergabung dalam program MAB.
Pembukaan sidang ini dihadiri Menteri LHK, Kepala LIPI, dan Gubernur Sumatera Selatan. Dalam sidang itu, Indonesia mengharapkan menambah tiga wilayah sebagai cagar biosfer baru.
Ketiga wilayah yang dinominasikan oleh Indonesia menjadi cagar biosfer baru, Berbak Sembilang (Sumatera Selatan-Jambi), Betung Kerihun Danau Sentarum, Kapuas Hulu dan Rinjani-Lombok. “Kami berharap tiga nominasi ini bisa disetujui dan ditetapkan UNESCO sebagai cagar biosfer baru. Sehingga menambah 11 cagar biosfer yang telah ada di Indonesia.
Juga menambah cagar biosfer yang ada di dunia. Dimana saat ini sudah terdapat 669 cagar biosfer yang tersebar di 120 negara,’’ ujar Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Prof Dr Enny Sudarmonowati yang Ketua Komite Nasional MAB UNESCO.
Terkait dengan sidang ke-30 MAB-ICC UNESCO, Enny mengungkapkan, fokus utama pertemuan itu adalah membahas dan mengembangkan sistem pengelolaan cagar biosfer yang efektif dan efisien. Khusus dalam kerangka program MAB sebagai wahana implementasi dan terwujudnya pembangunan berkelanjutan.
Selain itu, sidang kali ini juga memberi kesempatan bagi Indonesia untuk membuktikan, adanya pengakuan dan peran Indonesia sebagai negara kaya sumber daya alam hayati di dunia. “Momen ini juga menjadi ajang promosi keunggulan Indonesia dalam pengembangan cagar biosfer. Maksudnya, peningkatan kehidupan masyarakat dan kelestarian sumber daya hayati dan ekosistemnya. Dan berbasis multi pihak dan lintas sektoral,” urai Enny.
Sementara, Gubernur Sumsel H Alex Noerdin mengatakan, sejak kebakaran besar 2015 sekitar 700 ribu hektar hutan yang rusak. Asapnya sampai di Singapura. “Kita bertekad tidak boleh kebakaran lagi. Dana APBD dan APBN tidak sanggup untuk mengatasinya.
Akhirnya kami mengikuti berbagai kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan di berbagai negara. Sehingga mendapat bantuan dari negara luar. Kita dapat 11 lokasi restorasi hutan yang rusak. Kami ingin ikut serta, bukan hanya untuk Sumsel, tapi untuk dunia,” katanya.
Alex menjelaskan, kebakaran besar 2015 itu luar biasa, berapa banyak dana. “Kerugian akibat kebakaran hutan? Apalagi kerusakan hutan. Kerugian luar biasa besarnya. Berkat kita ikuti berbagai event lingkungan, kita bisa menjadi tuan rumah sidang ke-30 dari “The Man and Biosphere International Co-ordinating Council (MAB-ICC) UNESCO,” paparnya.
Menurut dia, ini sangat penting, karena jauh memberikan semangat. Bagaimana Palembang bisa jadi tuan rumah. “Kegiatan ini biasanya digelar di London. Tapi ini digelar di Kota Palembang. Pasti sangat luar biasa,” ujarnya.
Ketika disinggung mengenai obyek wisata Desa Sembilang dapat memberi manfaat, menarik wisatawan. Sebab setiap tahun ada burung imigrasi. Dan itu jadi obyek wisata natural, yang tidak ada duanya.
“Unesco berkesan dengan sekolah dan berobat gratis di Sumsel. Mereka akan meningkatkan program tersebut dan program lainnya untuk melestarikan hutan. Ini manfaat langsung yang kita dapat,” bebernya.
Wakil Kepala LIPI, Bambang Subianto menambahkan, kegiatan ini bisa terlaksana atas dukungan Pak Gubernur dan Unesco. “Kami mengusulkan, tiga biosfer baru yakni Berbak Sembilang (Sumatera Selatan-Jambi), Betung Kerihun Danau Sentarum, serta Kapuas Hulu dan Rinjani-Lombok. Harapan kami bisa diresmikan. Kita ingin mengimplementasikan dengan dukungan Gubernur dan Kementrian LHK,” bebernya.
Dirjen Konservasi SDA Wiratno mengatakan, pihaknya meminta masyarakat menjaga kelestarian hutan. “Kita mesti bekerjasama dengan masyarakat desa, selain itu peran Pemda sangat besar,” kilahnya.
Sidang ke-30 MAB-ICC UNESCO sendiri dihadiri sekitar 300 partisipan dari 45 negara, yang merupakan anggota World Network of Biosphere Reserve (WNBR) dari Asia, Australia, Afrika dan Amerika serta perwakilan kantor utama UNESCO di Paris.
Intisari utama yang diusung dalam pertemuan ini adalah usaha yang perlu dilakukan untuk optimalkan dan menguatkan peran dari berbagai pemangku kepentingan. Baik pemerintah, swasta, publik, universitas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk membangun rencana pengelolaan cagar biosfer dalam rangka wujudkan pembangunan berkelanjutan.
Pada pertemuan ini juga akan ditetapkan beberapa cagar biosfer baru yang telah diajukan oleh negara-negara peserta WNBR. Selain acara utama sidang tahunan MAB-ICC UNESCO tersebut, juga diadakan beberapa kegiatan lainnya yakni seminar internasional bertajuk “Biodiversity and Biosphere reserve Engaging Stakeholders Towards Community Empowerment. The Role of Stakeholder in Mainstreaming Natural Resouces Related to Agenda 2030”.
Kemudian, ada pula pameran yang diikuti berbagai Cagar Biosfer di Indonesia, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, serta pihak swasta. Bersamaan dengan pameran juga diadakan talkshow yang membahas berbagai isu dan dihadiri oleh pakar dari dalam dan luar negeri. Acara akan ditutup dengan field trip ke kawasan Berbak-Sembilang yang diusulkan menjadi cagar biosfer baru. (*)