Seniman Curigai 200 Peserta ke Acara JKPI di Banjarmasin

PALEMBANG, SuaraSumselNews | Kunjungan 200 peserta Dinas Kebudayaan Kota Palembang ke acara Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) Award di Banjarmasin, menjadi bahan kritikan seniman dan budayawan yang tergabung dalam Dewan Kesenian Sumatera Selatan (DKSS).

Sebab saat menjelang keberangkatan beberapa hari lalu, DKSS mengajukan permohonan agar seniman dan budayawan disertakan dalam kegiatan itu. Namun pihak Disbud Kota Palembang menyatakan tidak memiliki anggaran untuk membiayai keberangkatan seniman dari Dewan Kesenian Kota Palembang (DKP) dan Dewan Kesenian Sumatera Selatan.

“Buktinya, setelah rombongan Disbud Kota Palembang menuju ke Banjarmasin, ada 200 peserta yang dibawa ke sana,” ujar seniman Kemas Ryan dari DKP.

Menurut Ryan, soal tanggung jawab pengembangan seni dan budaya daerah, sepenuhnya berada di tangan seniman dan budayawan.

“Itu tanggung jawab seniman, lho. Tapi ketika ada acara menyangkut sosial budaya, kok seniman kita hanya menjadi penonton. Ini benar-benar tak masuk akal,” tegasnya.

Dari persepsi seniman DKP dan DKSS, 200 peserta yang diajak Disbud Kota Palembang, terdiri dari pegawai dan orang-orang dekat dengan pihak dinas. Karena itu secara diam-diam mereka pergi ke Banjarmasin tanpa diketahui para seniman dan budayawan Kota Palembang. “Ini sangat mencurigakan kami,” tukasnya.

Sementara itu, pengamat sosial budaya Sumatera Selatan Dr Tarech Rasyid MSi, mengatakan sikap diam-diam seperti itu sudah biasa dilakukan sejak zaman Orde Baru.

Sebab, katanya, dalam kepergian ke Banjarmasin terkait JKPI, dikhawatikan ada hal-hal yang disembunyikan sehingga tidak diketahui besaran anggaran yang digunakan.

“Saya menilai ini sikap yang tidak transparan. Seharusnya, persoalan menyangkut seni dan budaya, itu tanggung jawab seniman. Kok acara yang terkait budaya para seniman dan budayawan tidak dilibatkan. Wah, kacau. Saya curiga,” kata Tarech.

Seniman teater dan mantan rektor Universitas IBA Palembang itu menilai, ada hal-hal yang perlu dijelaskan dengan penggunaan anggaran yang tidak melibatkan pihak-pihak yang berkompeten (seniman dan budayawan).

Jika perilaku tidak transparan itu terus dilakukan sejak zaman Orba dulu, kata Tarech, masyarakat akan mencurigai kebijakan penggunaan anggaran tersebut.

Menurut Tarech, sudah waktunya pemerintah terbuka dalam penggunaan anggaran bagi 200 orang yang ikut ke acara JKPI Award di Banjarmasin.

Sementara para seniman dan budayawan kota ini, hanya menjadi penonton ketika 200 orang dalam rombongan ke JKPI Award berangkat, apakah kebijakan seperti itu tidak mencurigakan?

“Ini yang perlu dijelaskan pihak berkompeten soal besaran anggaran yang membawa orang-orang tidak memahami seni dan budaya,” tegasnya. (*)

laporan : anto narasoma