Hutang Petani PIR 36,6 Milyar

Hasil Rekonsiliasi PTPN VII Bersama Bank

PALEMBANG, SuaraSumselNews- PEMBANGUNAN perkebunan pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) dilaksanakan sejak tahun 1979/1980 di jajaran PTPN VII, telah berhasil. Utamanya, luas areal, produksi perkebunan rakyat. Dan  telah berhasil tingkatkan pendapatan petani.

Sampai saat ini, nyata masih banyak petani  PIR Perkebunan Sawit dan Karet, menyisakan masalah. Diantaranya,  sisa pinjaman biaya bangun kebun  belum dilunasi, mencapai Rp 36,6 milyar lebih.

“Dirjen Perkebunan minta Mentri Keuangan rekonsiliasi hutang petani hingga dapatkan angka yang sesungguhnya. Sebab, diantara petani, sudah ada yang lunas. Makanya, kita akan cocokan cacatan di PPN VII dengan Bank Mandiri dan BRI, maupun Kementerian Keuangan,” ujar Wiyoso,S.P yang mewakili Direksi PTPN VII, saat rekonsiliasi, inventarisasi sisa hutang petani PIR, Rabu kemarin.

Pertemuan selama dua hari, 12-13 April 2018, selain di hadiri Dirjen Perkebunan, Bank Mandiri dan Bank BRI. Juga dihadiri, manager kebun yang mempunyai Plasma (unit Ketahun, unit Talopino, Unit Senabing, Unit Sungai Lengi, Unit Sungai Niru, UPK. Talang Sawit, Unit Tebenan serta Unit Beringin). Juga dihadiri, Kepala Kantor Perwakilan PTPN VII Sumsel, Malik Royan dan Kabid SDM dan Umum, Hendra Suryadi.

Bahwa dari hasil pertemuan tersebut, terungkap hutang awal petani Rp 144,9 milyar lebih. Dan saat ini sisa Rp 36,6 milyar lebih. Sesuai cacatan, jumlah petani kelapa sawit 11.616 KK luas lahan 22,989 Hektar. Dengan total hutang awal Rp 66,9 milyar Lebih. Dan jumlah petani sawit yang lunas 20.623 KK dengan luas lahan 10,433 hektar. Sisa hutang petani sawit mecapai, Rp 5,9 milyar lebih.

Sedangkan, 10.991 KK petani karet dengan luas lahan 22.078 Hektar, hutang awal Rp 78 milyar lebih. Tercatat, 5.305 KK sudah melunasi hutangnya dan  kini hutang tersisa  Rp 30,6 miliard lebih.

Angka-angka sisa hutang petani PIR tersebut, merupakan hasil rekonsiliasi terhadap catatan PTPN VII dengan pihak Bank dan Dirjen Perkebunan (Cq. Menteri Keuangan). Hutang ini harus di lunasi. Kalau tak di lunasi, sertifikat kebun mereka masih di tahan oleh pihak bank.

Kami, berharap petani PIR ini mampu melunasi hutang-hutangnya dengan cara mengangsur. Bila hutang ini bisa secepatnya lunas, maka mengajukan dana replanting akan menjadi mudah,” ujar Wiyoso. (humas/rel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *