Diberlakukan Mulai 2 Oktober 2023
PALEMBANG, SuaraSumselNews | Pj Wali Kota Palembang Ratu Dewa memerintahkan pihak sekolah, untuk menerapkan belajar daring mulai 2 Oktober 2023. Perintah ini sekaligus menganulir Surat Edaran No 420/3409/Disdik/2023 tentang Perubahan Jadwal Belajar Mengajar di Kota Palembang.
Minggu 1 Oktober 2023, kualitas udara di Kota Palembang terlihat makin memburuk. Asap pekat menyelimut sudut kota. Bahkan Jembatan Ampera tampak seperti hilang saat pagi menjelang.
Parahhnya, masih banyak warga yang melakukan aktivitas di luar ruangan, tanpa menggunakan masker. Seperti disampaikan plumelabs, kualitas udara Palembang disebut buruk karena mencapai tingkat polusi tinggi.
Timbul partikulat halus yang merupakan partikel polutan yang dapat terhirup dengan diameter kurang dari 2,5 mikrometer yang dapat masuk paru-paru dan aliran darah. Hal ini tentu akan mengakibatkan masalah kesehatan serius.
Pj Wali Kota Palembang H Ratu Dewa mengatakan, pihaknya sudah membatalkan atau mencabut surat Edaram (SE) yang dikeluarkan Dinas Pendidikan Kota Palembang, tentang perubahan jam masuk sekolah.
“Kita sudah minta, Dinas Pendidikan segera membuat edaran dan mengatur pengawasan soal belajar daring mulai 2 Oktober 2023,” tegasnya, Minggu (1/10).
Menurutnya, surat edaran No 420/3409/Disdik/2023 tentang Perubahan Jadwal Belajar Mengajar, masih akan berdampak buruk terhadap kesehatan anak-anak sekolah.”Keputusan terhadap belajar daring, diambil berdasarkan rapat bersama, antara Pemerintah Kota dan pihak-pihak terkait kemarin,” katanya.
Tidak hanya mengatur terkait aturan sekolah daring mulai 2 Oktober, Dewa juga telah menginstruksikan Dinkes Palembang untuk membagikan masker. Kami juga meminta Dinkes segera distribusikan masker terutama kelompok rentan, di antaranya, balita, anak usia sekolah, ibu hamil, lansia, dan penderita penyakit menular,” terangnya.
Pada rapat kemarin juga, Dewa meminta instansi terkait untuk proaktif dalam penanganan kabut asap yang saat ini sedang terjadi. Termasuk aktif menjemput bola mencari tau masyarakat yang terkena ISPA (Inspeksi Saluran Pernapasan Akut) akibat dampak kabut asap.
“Saya minta, OPD terkait, Dinas Kebakaran, Dinas Kebakaran, Camat sampai Lurah, selalu waspada dan koordinasi terhadap kondisi saat ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, masyarakat Sumsel saat ini merasa sangat menderita akibat kekeringan yang melanda. Tidak ada hujan dalam beberapa bulan terakhir.
Banyaknya lahan yang terbakar, telah menimbulkan asap pekat. Tidak ada rasa nyaman saat keluar rumah.
Kotoran dari debu asap bertebaran di sudut rumah. Terdengar batuk bersaut dari anak-anak kecil di lorong kampung.
Derita masyarakat Sumsel kini bukan soal uang. Masyarakat Sumsel, khususnya yang terdampak kabut asap seperti Kota Palembang, sangat rindu udara segar.
Asap merajarela. Masuk ke rumah tanpa permisi, mengepul tapi bukan dari dandang nasi.
Mengutip dari laman resmi bmkg, situasi yang disebabkan fenomena el nino ini, diprediksi tetap akan bertahan hingga akhir 2023. Berbagai upaya sudah dilakukan Pemerintah Provinsi Sumsel, untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan.
Bahkan, Gubernur Sumsel Herman Deru menyebut, sudah mengerahkan semua sumber daya dan kekuatan untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan.
Tapi, asap justru kian parah dalam tiga hari terakhir. Kualitas udara di Kota Palembang, sebagai pusat ibu kota Provinsi Sumsel, diketahui masuk kategori buruk.
,Seperti disampaikan plumelabs, disebut buruk karena udara mencapai tingkat polusi tinggi.Timbul partikulat halus yang merupakan partikel polutan yang dapat terhirup dengan diameter kurang dari 2,5 mikrometer yang dapat masuk paru-paru dan aliran darah.
Hal ini tentu akan mengakibatkan masalah kesehatan serius.Jauh hari, sebenarnya Gubernur Sumsel Herman Deru sudah melakukan langkah taktis, sebagai upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Berbagai sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat dilakukan, langkah ini melimbatkan lini sektor, mulai dari kepolisian, TNI, hingga tokoh masyarakat.
Namun, kenyataannya kebakaran hutan dan lahan masih saja terjadi, baik itu yang disebabkan kesengajaan, maupun faktor alam.
Saat berbagai usaha sudah dilakukan, kini saatnya meminta kepada Allah, Tuhan Sang Pencipta untuk menurunkan hujan.
Hujan adalah cara utama untuk menurunkan angka titik api, di tengah biaya teknologi pemadaman api yang mahal.
Lantunan doa dan zikir dipanjatkan. Ribuan jemaah melaksanakan Shalat Istisqo, yakni shalat minta hujan.
Halaman Griya Agung Palembang yang merupakan rumah dinas Gubernur Sumsel, dipenuhi berbagai kalangan masyarakat, mulai dari pelajar, pegawai, anggota Polri, aparat TNI, hingga masyarakat umum.
Sabtu 30 September 2023, adalah hari masyarakat Sumsel di Kota Palembang bersama-sama memanjatkan doa untuk minta hujan.
Ustaz KH Tarmizi Muhaimin memimpin doa dan zikir, dilanjukan Ustaz KH Solihin Hasibuan yang menjadi khotib sekaligus imam Shalat Istisqo.
Jemaaah pun banyak yang meneteskan air mata, saat mendengar lantunan doa. “Tidak ada tempat kami meminta selain kepadaMu ya Alkah.
Gubernur mengatakan, ini adalah salah satu bentuk ikhtiar dengan memohon kepada Allah Swt.
“Kita sangat cinta dengan Provinsi Sumsel. Ini adalah bukti kecintaan itu. Semoga doa yang kita panjatkan diijabah Allah Swt,” ujarnya yang terlihat tegar menghadapi kondisi asap saat ini.
Melaksanakan Shalat Istisqo ditengah kepungan asap, menjadi sebuah tantangan tersendiri untuk meningkatkan rasa sabar
Sebab, ujian tidak hanya datang dari asap yan melanda, tapi juga ada ancaman kekeringan dan kesehatan.
Deru bahkan secara blak-blakan menyebut, kondisi udara di beberapa daerah di Sumsel sedang tidak baik-baik saja.
Kemungkinan terburuk adalah timbulnya masalah kesehatan. “Selalu gunakan masker saat berada di luar ruangan.
Gunakan air seperlunya. Dalam kondisi kemarau saat ini, kita perlu berhemat air,” tegas Deru.
Kegelisahan Gubernur Sumsel ini bisa jadi muncul setelah melihat data dari BMGK yang menyebut, hari tanpa hujan (HTH) akan terus terjadi di beberapa wilayah di Sumsel.
Meluasnya HTH ini mengindikasikan kekeringan meteorologis yang mulai terjadi, curuh hujan jauh lebih rendah, dibandingkan laju kehilangan air dari permukaan bumi.Hal inilah yang meningkatkan potensi kemudahan terbakar pada hutan dan lahan. (*)