LBH Sriwijaya Meminta Semua Pihak Hormati Proses Hukum

PALEMBANG, SuaraSumselNews | Kepala Daerah bisa diberhentikan dari jabatannya apabila terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dan divonis bersalah dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, hal ini berdasarkan Pasal 83 Ayat (1) dan Ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Menurut Wakil Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sriwijaya, M Jayanto SH, MH mengatakan dalam rilisnya bahwa dalam pasal 174 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang secara tegas menyatakan bahwa : “dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara bersama-sama tidak dapat menjalankan tugas karena alasan Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 Ayat (1), dilakukan pengisian jabatan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Propinsi atau DPRD Kabupaten /Kota.

Selain itu Pasal 174 Ayat (2) yang menyatakan : “Partai politik atau gabungan partai politik pengusung yang masih memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengusulkan 2 (dua) pasangan calon kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk dipilih”

Berdasarkan hal tersebut seharusnya apabila terdapat kekosongan jabatan Bupati dan Wakil Bupati, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memilih Bupati dan Wakil Bupati atas usul Partai Pengusung.

Pasal 176 Ayat (4) menyatakan : pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati dan Wakil Walikota dilakukan jika sisa masa jabatanya lebih dari 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut.”

Dengan kata lain dalam hal terdapat kekosongan jabatan Wakil Bupati yang sisa masa jabatannya 18 (delapan belas) bulan atau lebih, dilakukan pemilihan Wakil Bupati melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD Kabupaten usulan dari Partai Pengusung.

Bahwa Ir H Ahmad Yani yang diangkat sebagai Bupati terpilih Muara Enim berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 131.16.5829 tahun 2018 tanggal 5 September 2018 dan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 131.16.3769 tanggal 20 Oktober 2020 diberhentikan dari jabatannya karena melakukan tindak pidana korupsi.

Terkait hal tersebut Jayanto meminta para pihak tidak memberikan statemen yang membuat gaduh Kabupaten Muaraenim.

“Karena, ada proses hukum yang berlangsung di PTUN, prosesnya masih berjalan. Jika ini terus berkembang akan membuat ricuh kabupaten, kalau berkembang akan rugikan masyarakat Muaraenim,” ujarnya di Cafe Soja Palembang, Selasa (10/1/2023).

Jayanto juga menegaskan, untuk para pihak sebaiknya menunggu sampai proses keluar dan berkekuatan hukum tetap. “Kalau keluar, baru pihak terkait berdialog dan berkumpul. Kita berharap untuk tenang dan sabar. Selesaikan proses hukum. Kasihan masyarakat Muaraenim,” ujarnya.

Dia juga meminta agar semua para pihak tetap tenang dan bersabar. Terkait SK DPRD kabupaten Muaraenim, jika sudah jelas baru selanjutnya dapat mengambil sikap.

Dalam pelaksanaan pemilihan juga, Jayanto, mengatakan jika pemilihan tidak hanya wabup saja. Namun, juga dilakukan pemilihan bupati.

“Kalau ada jabatan kosong tidak hanya wakil bupati saja. Melainkan juga pemilihan bupati,” ungkapnya.

Namun demikian, dia menjelaskan bahwa jabatan teknis pengisian bupati dan wakil bupati Muaraenim terhitung kosong 8 Juli 2022. Dimana dalam hal sisa jabatan kurang dari 18 (delapan belas) bulan, presiden menetapkan pejabat gubernur dan mentri menetapkan pejabat bupati/walikota.

Sedangkan setelah dikeluarkannya SK hanya menyisakan 14 bula lagi. “Berdasarkan pasal 174 ayat (7), jika kurang dari 18 (delapan belas), maka cacat hukum,” jelasnya.

Jayanto, juga mengatakan jika keputusan gubernur tidak blunder. ”Gubernur mengambil keputusan yang tepat. PJ Bupati, sudah tepat dan sah. “Kecuali kalau di atas 18 bulan,” ungkapnya. (as)