PALEMBANG, SuaraSumselNews | Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Herman Deru resmi meraih gelar Doktor (Dr) di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Unsri setelah mengikuti sidang terbuka Senin (30/6).
Ya, setelah mengikuti serangkaian ujian yang diikuti, Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Herman Deru akhirnya resmi menyandang gelar doktor di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sriwijaya.
Sidang Ujian Promosi Doktor diadakan di Fakultas Hukum Tower Lantai 8, Universitas Sriwijaya Kampus Bukit Palembang,.Sebagai Pimpinan Sidang Rektor Unsri Prof Dr Taufiq Marwa SE MSi. Lalu sebagai Promotor Prof Dr Alfitri MSi, Co Promotor Dr Andries Lionardo MSi dan Dr Ir Abdul Najib MM.
Penguji ujian disertasi yaitu Prof Dr Bambang Supriyono MSi, Prof Ir H Zainuddin Nawawi MM PhD, Prof Dr Sriati MSi, Dr M Husni Thamrin MSi dan Dr Alamsyah MSi.
“Herman Deru dinyatakan lulus Program Studi S3 dan menyandang gelar Doktor,” kata Profesor Taufiq usai Sidang Ujian Promosi Doktor diadakan di Fakultas Hukum Tower Lantai 8, Universitas Sriwijaya Kampus Bukit Palembang.
Profesor Taufiq mengatakan, Herman Deru menempuh S3 selama 3 tahun 11 bulan.
Dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3.86, maka mendapatkan predikat sangat memuaskan.
Sementara itu Deru mengatakan, judul disertasi yang diambil yaitu Model Implementasi Kebijakan Pembangunan Inklusif Berbasis Infrastruktur di Sumsel.
“Penelitian ini bertujuan untuk memahami secara mendalam proses implementasi kebijakan pembangunan inklusif berbasis infrastruktur di Provinsi Sumsel,” katanya.
Ia menjelaskan, dengan menggunakan pendekatan kualitatif interpretatif, studi ini menelusuri bagaimana aktor pelaksana, kelompok sasaran, dan lingkungan kebijakan saling berinteraksi dan menegosiasikan makna dalam upaya mewujudkan visi “Sumsel Maju untuk Semua”.
Kerangka konseptual Thomas B. Smith dimodifikasi dengan penambahan dimensi interpretatif, relasional, dan kontekstual guna menangkap kompleksitas praktik implementasi di lapangan.
Hasil penelitian menemukan bahwa kebijakan tidak dijalankan secara linier dan teknokratis, melainkan melalui proses dialog, reinterpretasi, dan penyesuaian institusional yang kuat.
“Dari temuan ini dikembangkan Model Deru (Dialogis, Empatik, dan Responsif untuk Pembangunan Inklusif berbasis Infrastruktur), yang menekankan pentingnya kepemimpinan dialogis, koordinasi lintas aktor, serta kepekaan sosial dalam merancang dan melaksanakan kebijakan pembangunan daerah,” katanya.
Menurut dia, model ini menempatkan infrastruktur sebagai instrumen keadilan spasial dan sosial, bukan sekadar proyek fisik.
Kontribusi studi ini bersifat konseptual melalui sintesis pendekatan institusional dan interpretatif, serta praktis dalam memberikan arah implementasi kebijakan inklusif di wilayah yang terdesentralisasi.
“Saya ingin apa yang sudah dipaparkan ini bermanfaat untuk orang banyak. Terutama untuk Model Deru, yang kebetulan sama dengan nama saya,” katanya.
Menurut dia, kemanfaatannya ini pasti bermanfaat bagi setiap lapisan kepemimpinan. Mulai dari RT, RW, Lurah, Camat, Bupati, Wali Kota, hingga Gubernur. (*)