PALEMBANG, SuaraSumselNews | Karut marutnya situasi sosial politik di Imdonesi saat ini sangat memprihantinkan pengamat politik nasional, Ade Indra Chaniago.
Menurut dia, akibat berkembangnya situasi yang tak kondusif seperti sekarang, berimbas kepada situasi ekonomi dan sosial masyarakat.
“Dampaknya sangat buruk bagi masyarakat kita. Akibat dari itu, masyarakat kita sengaja “dibodohi” untuk tetap tidak melek terhadap siatuasi politik seperti saat ini,” ujar Ade Indra Chaniago yang juga kandidat doktor di Universitas Indonesia, Kamis, (9/1).
Akibat kesengajaan “membodohi” situasi sosial rakyat, maka masyarakat di lapisan bawah tetap tidak melek politik.
Dampak dari kebijakan politik seperti itu, rakyat kecil kurang memahami perkembangan situasi birokrasi yang sengaja “memelihara kebodohan” untuk masyarakat.
“Ini sengaja dilakukan para politisi untuk menggaet suara rakyat ketika mereka maju ke arena politik, baik dalam pemilu anggota dewan, walikota, bupati, gubernur hingga ke pemilihan presiden,” tukas Ade.
Sikap “politik busuk” seperti ini juga dilakukan oknum pejabat tinggi untuk menekan bawahannya. Misalnya, kalau dia berniat untuk tampil dalam pemilihan gubernur atau walikota, dengan cara halus mereka mengatakan ke bawahnnya, “Kalau masih mau duduk di jabatan yang sekarang ini, kalian harus mengusahakan strategi politis agar saya goal menjadi gubernur atau walikota.”
Menurut Ade, jika terjadi indikasi seperti itu, maka situasi birokrasi secara politis akan rusak. “Sebab, andaikan mereka kembali menjabat, mereka akan mencari cara untuk mengembalikan uang miliaran rupiah yang sudah digunakan untuk “serangan pajar” saat awal mula dia mencalonkan diri ke pilpres, pilgub, atau pilwako. “Inilah yang merusak situasi politik kita,” tegasnya.
Dalam hal pengelolaan pajak, kata Ade, secara diam-diam sejumlah nilai akan diarahkan bagi kepentingan pribadi atau ke kelompok.
“Ini sangat tidak heran bagi saya. Misalnya biaya lampu penerangan jalan. Biayanya dialokasi dari pajak penerangan. Padahal ada alokasi pajak penerangan tetap yang sudah dianggarkan. Tapi pajak dari rakyat ini menjadi pertanyaan kita, dialokasikan ke mana? Kita dibuat tidak menyadari itu. Kalau lampu penerangan jalan mati, kita berhak dan punya kewajiban untuk memprotes layanan buruk seperti itu. Tapi ini tidak kita lakukan,” tandasnya.
Selain pajak kendaraan bermotor, pajak tanah dan rumah penduduk, pajak usaha rumah makan, serta pajak lainnya dalam suasana sosial di daerah dan perkotaan, Ade juga menyinggung soal pajak perkebunan dan pajak pertembangan.
“Karena pajak perkebunan sawit, karet, dan tambang emas, batu bara, minyak, serta tambang bauksit bernilai miliaran itu luput dari perhatian kita. Negara kita ini kaya, lho. Tapi apakah kita ikut menikmati milaran pajak perkebunan dan tambang? No way,” ungkap Ade.
Makanya tidak heran andaikan seluas mata memandang hutan-hutan yang ada di hadapan mata terjadi kerusakan. “Bahkan ada korupsi tambang timah yang terjadi baru-baru ini, benar-benar mengejutkan semua pihak,” tutup Ade. (*)
laporan : anto narasoma