Terlibat Politik Praktis, DPW LAN Minta PMD Tindak Oknum Pendamping Desa

SEKAYU, SuaraSumselNews | Tenaga Ahli Pendamping Desa diduga kuat terlibat Politik Praktis. DPW LAN Muba Minta Dinas PMD dan Bawaslu Tindak Oknum-oknum Pendamping Desa Terlibat Politik Kotor.

Dewan Pengurus Wilayah Lembaga Aspirasi Nusantara (DPW LAN) yang bermarkas di Kabupaten Muba, akan melakukan aksi damai di depan Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) pada hari Kamis (8/2/2024).

Dibincangi awak media ini di kantornya pada Rabu (7/2/2024) sore, mengenai agenda Aksi Damai itu, Sekretaris DPW LAN Muba, Fitriandi mengatakan bahwa bahwa pihaknya mencium indikasi adanya politik kotor, money politics (politik uang) yang dilakukan oleh oknum-oknum yang berprofesi sebagai pendamping desa.

“Kami menduga ada indikasi yang tidak beres menjelang Pemilu enam hari lagi, yaitu oknum-oknum Tenaga Ahli Pendamping Masyarakat Desa, Pendamping Lokal Desa, dan Pendamping Desa yang diduga kuat melakukan politik praktis dan kotor, yaitu politik uang, alias penyuapan, guna mendukung salah satu Calon Legislatif (Caleg) DPR RI,” ujarnya.

“Informasinya besok Sabtu (9/2/’24) mereka akan membagi-bagikan uang kepada total ribuan orang di Kabupaten Muba. Siapa nama Caleg tersebut, saya belum bisa memberitahukan hari ini, tunggu saja tanggal mainnya,” lanjutnya.

Ia menambahkan, jelas ini merusak demokrasi serta persaingan yang sehat.

“Kalau ini dibiarkan maka tidak heran Indonesia punya wakil rakyat yang tidak berbobot, semuanya bisa diselesaikan dengan uang, mereka merasa sudah membeli suara rakyat, jadi tidak ada lagi kewajiban memperjuangkan nasib rakyat,” imbuhnya.

Ditanya media ini, mengenai poin-poin tuntutan dalam Aksi Damai, Sarjana Sosial tamatan salah satu perguruan tinggi di kota Sekayu mengatakan pertama, kami minta kepada pihak Dinas PMD untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap oknum-oknum tersebut yang terlibat politik praktis dan kotor.

“Kedua, kami minta Tenaga Pendamping Masyarakat Masyarakat Desa Jangan dijadikan mesin politik. Ketiga, kami minta kepada KPU dan Bawaslu mengambil tindakan tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila nanti terbukti oknum-oknum tersebut melanggar aturan Pemilu,” pungkasnya.

Praktik Politik Uang Kerap Terjadi

Pemilihan umum (pemilu) 2024, baik pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres), masih dalam tahap kampanye. Di masa-masa kampanye ini, praktik politik uang kerap terjadi dan dilakukan oleh para peserta pemilu.

Johny Lomulus (2007) mendefinisikan politik uang sebagai tindakan memberikan sejumlah uang kepada pemilih atau pimpinan partai politik agar masuk sebagai calon kepala daerah yang definitif dan atau masyarakat pemilih memberikan suaranya kepada calon tersebut yang memberikan bayaran atau bantuan tersebut.

Kemudian Aspinall & Sukmajati (2015) menjelaskan bahwa politik uang merupakan upaya menyuap pemilih dengan memberikan uang atau jasa agar preferensi suara pemilih dapat diberikan kepada seorang penyuap.

Undang-Undang Pemilu tidak secara rinci mendefinisikan politik uang tetapi mengatur norma, ketentuan, larangan dan sanksi terkait politik uang, di mana politik uang masuk ke dalam tindak pidana.

Dalam pemilu, ketentuan larangan dan sanksi pidana terhadap praktik politik uang dibedakan menjadi empat kategori, (1) peristiwa politik uang berdasarkan waktu kejadian yaitu peristiwa politik uang yang terjadi pada saat pemungutan suara berlangsung, (2) pada saat kampanye, (3) pada masa tenang, dan (4) pada hari pemungutan suara. Pelaku praktik politik uang diancam sanksi pidana penjara dan denda berkisar antara paling lama 2 tahun dan denda 24 juta sampai dengan paling lama 4 tahun dan denda 48 juta.

Berikut penjelasan sanksi politik uang dalam pemilu:

Pasal 515 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi: “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 36 juta.”

Selanjutnya dalam Pasal 523 Ayat (1) dinyatakan: “Setiap pelaksana, peserta, dan/ atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah).

(Rosihan)