JAKARTA, SuaraSumselNews | Peranan industri hulu migas akan semakin penting di tengah upaya Pemerintah mencapai target net zero emission (NZE) dan mencukupi kebutuhan energi nasional untuk menjadi negara maju di 2045. Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf menyampaikan bahwa kontribusi sektor hulu migas bagi penerimaan negara hanya kalah dari penerimaan negara yang bersumber dari sektor pajak. Oleh karenanya peningkatan investasi tidak hanya berkontribusi pemenuhan kebutuhan energi nasional yang terus bertambah, secara bersamaan akan meningkatkan penerimaan negara.
Hal ini disampaikan Wakil Kepala SKK Migas dalam keynote speech pada kegiatan forum leadership hulu migas “Lead To Win” dengan thema Human Resource Challenges to Realize The Oil Production Target of 1 Million Barrels Per Day di Yogyakarta hari ini (11/9) yang dihadiri oleh lebih dari 100 peserta dan menghadirkan pula narasumber-narasumber dari berbagai keahlian.
Investasi hulu migas untuk mencapai target 2030 yaitu produksi minyak 1 juta barel per hari (BOPD) dan gas 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD), tentu juga akan mendorong peningkatan penerimaan negara dari sektor hulu migas untuk mendukung pembangunan membawa Indonesia menjadi negara maju di 2045. Target pertumbuhan ekonomi diproyeksikan meningkat diatas 5% per tahun dan sejalan dengan itu, maka kebutuhan energi juga akan meningkat. Pemenuhan kebutuhan energi tidak hanya dipenuhi oleh salah satu jenis energi, tetapi harus dengan kombinasi (energy mix).
Kebutuhan minyak dan gas meningkat, dan tidak mudah menggantikan peran minyak dan gas karena kegunaannya yang banyak. Oleh karena itu, meskipun secara prosentase kontribusi minyak dan gas akan menurun, namun dari aspek volume kebutuhan minyak dan gas justru meningkat. Menurut Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), kebutuhan minyak di tahun 2050 akan meningkat 139% dan kebutuhan gas meningkat 298% dibandingkan kebutuhan saat ini.
Terkait target NZE di 2060 tentu harus ada roadmap yang bisa mencapai ke arah tersebut. SKK Migas sudah mencanangkan IOG 4.0, sudah menjadi program nasional, sudah menjadi rencana dan strategi negara dalam mencapai target hulu migas. Mencapai level produksi terbaik nasional di 2030 yaitu 1 juta barel dan 12 BSCFD, serta meningkatkan multiplier effect, bahwa setiap pengeluaran kegiatan hulu migas memberikan dampak positif bagi industri penunjang hulu migas, UMKM dan menggerakkan perekonomian di daerah. Kemudian sejalan dengan target NZE bagaimana memastikan lingkungan berkelanjutan, saat ini sudah ada implementasi CCUS oleh BP, yang akan disusul oleh INPEX, Repsol, Genting Oil dll. Selain itu juga ada kegiatan lain dengan cara offset, seperti penanaman pohon yang di tahun 2023 ditargetkan bisa menacpai 2 juta pohon.
Peran teknologi menjadi salah satu tulang punggung bagi peningkatan produksi minyak nasonal. Bagaimana USA dari importir minyak berubah menjadi eksportir. Hal yang sama berpotensi juga bisa dilakukan Indonesia, karena dari 128 cekungan yang sudah berproduksi adalah 20 cekungan. Pemanfaatan teknologi akan mendorong peningkatan produksi migas nasional dimasa mendatang sehingga dapat meningkatkan produksi minyak yang saat ini masih dibawah kebutuhan.
Pemerintah terus memberikan dukungan sehingga meningkatkan iklim investasi di sektor hulu migas. Hal ini dirasakan dengan investasi hulu migas yang cepat pulih pasca pandemi Covid-19, sehingga di tahun 2022 investasi mencapai US$ 12,3 miliar. Untuk tahun 2023 ditargetkan mencapai US$ 15.5 miliar meningkat 26% sementara global tumbuh 6,5%. Hal ini menunjukkan bahwa daya saing hulu migas Indonesia terus membaik sehingga dimasa yang akan datang akan semakin tinggi lagi investasi hulu migas yang masuk ke tanah air. (ril)