Kelola Situs Budaya, Harus Dipercaya ke Pihak yang Tepat

PALEMBANG, SuaraSumselNews | Terbengkalainya benda-benda situs budaya seperti gedung Balai Pertemuan dan struktur Pasar Cinde di Kota Palembang, sangat memprihatinkan masyarakat.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat GENCAR Indonesia Charma Afrianto SE, mengatakan bahwa pemerintah sehatusnya memberi perhatian penuh terhadap benda-benda bersejarah berupa cagar budaya seperti itu.

“Benda situs budaya merupakan kekayaan daerah yang patut kita jaga dan kita lestarikan. Sebab itulah fakta yang pantas dibanggakan dan tidak ditelantarkan begitu saja,” ujar Charma saat dimintai pendapatnya, di sekrariat DPD Gencar Indonesia, Rabu (22/2/2023).

Charma mengatakan bahwa saat masih sekolah dulu, ia kerap kali datang melihat pementasan seni di gedung Balai Pertemuan.

Saat itu, katanya, ia diajak kakaknya menonton pergelaran musikal dan para penyanyi dari ibukota yang sedang berekspresi (show) di sana.

“Karena itu saya sepakat dengan para seniman dan budayawan yang berunjukrasa karena marah menyaksikan benda cagar budaya yang tidak mendapat prioritas perhatian penuh,” ujarnya.

Namun tak hanya itu, kata Charma, keadaan Pasar Cinde saat ini begitu mengenaskan hingga program pembangunannya terbengkalai. “Ini merupkan sikap kesewenang-wenangan yang kurang menghargai nilai cagar budaya,” tegasnya.

Harusnya, benda cagar budaya diberi ruang untuk tetap terjaga secara lestari. Kemudian keberadaannya dirawat dan diperindah tanpa menghilangkan corak aslinya.

Apabila benda cagar budaya itu hancur karena penelantaran seperti kaum gelandangan yang tak memiliki harga diri, ujar Charma, maka ini suatu kekejian yang tak memiliki daya empati sedikit pun terhadap benda-benda cagar budaya.

Sebagai pemuda yang dilahirkan dan dibesarkan di Palembang, Charma sangat mendukung upaya para seniman dan budayawan yang melakukan aksi simpatik memperjuangkan hak-hak mereka terkait adanya sikap “penelantaran” benda-benda cagar budaya tersebut.

Sementara terkait makam Karamajaya yang dirusak orang-orang tak bertanggungjawab, Charma menyarankan agar segera diusut dan kasusnya dilimpahkan ke jalur hukum.

Sebab terkait benda-benda cagar budaya yang ada di Palembang dan sekitarnya harus dirawat dan dilestarikan eksistensinya.

Di kota-kota lain seperti di Jakarta, Surakarta, Bandung, dan Yogyakarta, benda-benda cagar budaya seperti itu sangat diberdayakan, sehingga kondisinya mampu menghidupkan suasana kepariwisataan di daerah itu. “Banyak turis atau pelancong dari luar yang berkunjung ke kawasan obyek benda-benda cagar budaya tersebut,” katanya.

Kalau pun ada pihak tertentu yang diberi kewenangan merawat Balai Pertemuan, rasanya tidak koneks dengan fungsi dan eksistensi situs cagar budaya tersebut.

Misalnya pihak Baznas, kata Charma, apa konteksnya dengan corak pelestarian situs budaya di kawasan kota tua?

“Harusnya pengelolaan itu diserahkan ke pihak-pihak yang tepat, seperti pihak kebudayaan, seniman, dan para pemerhati budaya, sehingga situs budaya itu bisa terawat dan terjaga sesuai fungsinya,” tegas Charma menutup perbincangan. (*)

Laporan Anto Narasoma