Dewan Pers Bersama Konstituen Konsolidasi Hadapi UKW Palsu

JAKARTA, SuaraSumselNews | DEWAN Pers bersama konstituen, Selasa, 6 September 2022 menyelenggarakan acara syukuran atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 38/PUU-XIX/2021 tanggal 31 Agustus 2022. Acara berlangsung di Gedung Dewan Pers dan secara hibrid.

MK dalam putusannya menolak permohonan para pemohon (Heintje Grontson Mandagi dkk.) untuk seluruhnya yang mengajukan gugatan Pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers.

Syukuran yang dihadiri Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra dan anggota Dewan Pers bersama perwakilan konstituen, para ahli pers, dan kuasa hukum yang terlibat dalam persidangan di MK tersebut sekaligus menjadi persiapan Dewan Pers dan anggota konstituen akan melakukan konsolidasi dalam menghadapi banyaknya gerakan uji kompetensi wartawan (UKW) palsu yang bukan dilaksanakan oleh Dewan Pers atau UKW Palsu.

Konsolidasi akan melibatkan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Serikat Perusahaan Pers (SPS), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI).

Dalam keterangan resmi Dewan Pers menyatakan, sesuai dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 38/PUU-XIX/2021, bahwa Dewan Pers adalah lembaga independen satu-satunya di Indonesia yang secara sah –menurut Undang-Undang nomor 40/1999 tentang Pers – sebagai pemegang amanah kemerdekaan pers di Indonesia.

Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra mengatakan, “Putusan  MK adalah kemenangan masyarakat pers secara keseluruhan dan kemenangan kemerdekaan pers itu sendiri. Ini adalah satu dari sedikit keputusan MK yang dimenangkan oleh masyarakat. Sekaligus ini menjadi sebuah tonggak penting Pers Indonesia.”

Putusan MK yang sampaikan Ketua MK Anwar Usman, menolak seluruh argumen pemohon atas nama Heintje G Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiharto Santoso untuk uji materiil pasal 15 ayat (2) huruf f dan pasal 15 ayat (5) UU Pers. Tentang kewenangan Dewan Pers dalam menyusun peraturan dan dianggap tidak independen karena ada ketetapan presiden, menurut hakim MK, itu sudah sesuai.

Demikian pula hal pemilihan anggota Dewan Pers putusan MK menyatakan, dilakukan oleh panitia pemilihan dari konstituen dan Presiden Republik Indonesia hanya mengeluarkan surat keputusan (SK). Penetapan ketua Dewan Pers juga ditentukan oleh para anggota yang terpilih.

Semua alasan keberatan yang diajukan dalam uji materi ditolak secara bulat oleh MK. Dari sembilan  hakim MK yang dipimpin oleh Anwar Usman, tidak ada yang dissenting opinion (beda pendapat). Keputusan ini bersifat final dan mengikat.

Sementara itu wartawan senior Wina Armada selaku koordinator pengacara Dewan Pers di persidangan MK, meminta semua pihak jeli memaknai norma dari keputusan MK tersebut. “Keputusan MK jelas, bahwa norma pasal 15 ayat 2 dan ayat 5 tidak bertentangan dengan konstitusi Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 tentang hak warga negara berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat,” katanya.

“Keputusan ini mutlak. Semua hakim tidak ada yang berbeda pendapat. Ini implikasinya sah dari semua hasil dan sesuai hukum dan konstitusional.  Karena keputusan MK itu final dan mengikat atau final and binding maka produk hukum ini mendapat cap benar dan harus diikuti,” kata Wina Armada anggota Dewan Pers periode 2004-2007 dan 2007-2010.

Wina menegaskan, “Tidak ada lagi perlawanan. Dewan Pers memiliki otoritas untuk menetapkan peraturan yang dibuat bersama konstituen. Dalam hal ini, termasuk pelaksanaan UKW adalah kewenangan oleh Dewan Pers.”

Wina Armada meminta putusan MK tersebut perlu dirumuskan lalu disosialisasikan pemerintah daerah seluruh Indonesia dan pihak terkait agar mereka semua paham. “Dengan begitu, tidak ada lagi UKW oleh pihak manapun selain Dewan Pers,” katanya.

Wina juga menjelaskan, proses pembuatan UU 40 Tahun 1999 Pers merupakan upaya membuka keran kemerdekaan pers. “Tapi dalam upaya itu, ada saja residu dan munculnya yang abal-abal. Kita ingin menyaring itu. Mereka yang sebelah, secara teknikal dan filosofi tidak memiliki itu. Bahwa kemerdekaan pers ini milik masyarakat. Pers harus menjalankan amanah itu,” kata nya.

Azyumardi Azra menegaskan, “Dewan Pers akan melakukan konsolidasi dengan konstituen dan bersama tim pengacara untuk menghadapi semua itu. “Nanti akan ada sisi yang lain untuk menyampaikan gugatan. Motifnya pun bisa lain, misalnya berkaitan dengan motif-motif bisa soal pribadi, keuangan, atau politik,” paparnya.

Gugatan terhadap UU Pers kali ini bukan yang pertama kali. Sebelumnya Dewan Pers pernah digugat melalui Pengadilan Negeri Jakarta dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Semua gugatan itu dimenangkan Dewan Pers.

Di acara tersebut Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers Arif Zulkifli, menengarai setelah ini akan banyak muncul efek-efek lanjutan. “Misalnya akan ada pengaduan-pengaduan terhadap Dewan Pers. Ia berpendapat hal ini harus diantisipasi dan perlu dihadapi,” ujarnya.

Kepada Dewan Pers, Wina Armada memberi saran agar ke depan tidak perlu low profile dan defensif, karena sudah mendapat ketetapan MK yang final dan mengikat. “Dewan Pers harus bersikap tegas dalam menjalankan amanat tersebut.” (ril)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *