Konflik Harimau dan Warga Dibahas Dalam Lokakarya

PALEMBANG, SuaraSumselNews | KONFLIK dengan “keributan” antara satwa liar (Harimau Sumatera) dan manusia pernah terjadi di Kota Pagaralam, Kabupaten Muararnim dan Lahat (Sumsel). Bank and memakan korban jiwa lima orang meninggal dunia dengan beberapa orang mengalami luka-luka.

Catatan media ini peristiwa itu terjadi pada November hingga Desember 2019 lalu. Tidak hanya memakan korban manusia, tidak jarang satwa liar yang berkonflik mengalami kematian akibat berbagai tindakan penanggulangan konflik yang dilakukan dengan cara kurang tepat.

Hal ini mengemuka dalam “Lokakarya Penanggulangan Konflik Manusia dan Satwa Liar di Provinsi Sumsel, “Senin (10/2).

Asisten 1 Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, Najib mengatakan, selain memakan korban jiwa, konflik itu turut membawa kerugian bagi industri pariwisata. Bahkan menyebabkan para pelaku jasa usaha wisata tidak dapat untung di saat musim libur Natal dan Tahun Baru tahun 2019 lalu.

Terkait dengan adanya konflik tersebut, Najib bersikap dan akan memastikan bahwa pihaknya beserta sejumlah pihak terkait berkomitmen untuk melakukan pencegahan. Maksudnya agar peristiwa serupa tidak lagi terjadi di antaranya dengan menjaga alam dari deforestrasi.

Tidak cuma itu, pihaknya pun berkomitmen untuk tetap menjaga mata rantai makanan satwa liar itu agar jangan sampai terputus.

“Setidaknya ada tujuh kasus konflik yang memaksa kami untuk bentuk tim satgas guna melakukan penanggulangan, “urainya.

Pemprov Sumsel bersama pihak di lapangan sudah melakukan berbagai upaya untuk melakukan penanggulangan konflik yang terjadi. Apakah melalui sosialisasi kepada masyarakat terdampak hingga melakukan pemantauan keberadaan harimau di lokasi konflik.

Dari upaya yang dilakukan, akhirnya membuahkan hasil, pada 21 Januari, Harimau yang diduga berkonflik masuk dalam perangkap yang dipasang oleh tim dan sudah dievakuasi ke Provinsi Lampung.

Sementara itu Damayanti selaku Direktur Proyek Kelola Sendang – ZSL Indonesia optimistis lokakarya ini bisa menjadikan berbagai pihak semakin peduli untuk menjaga habitat satwa liar di Sumsel.

Harapan dia, akan ada rumusan untuk membangun pola koordinasi, komunikasi serta kerjasama yang baik antar pihak dalam rangka penanggulangan konflik manusia dan satwa liar. Ya agar Sumatera Selatan bisa menjadi laboratorium sosial dan percontohan bagi daerah lain di Indonesia.

Dan akan memiliki pengalaman dalam kemitraan dalam pengelolaan bentang alam. Termasuk pengelolaan konflik manusia dan satwa liar. “Kami bersama dengan banyak pihak ikut melakukan identifikasi keberadaan individu harimau di antaranya dengan melakukan pemasangan 100 kamera penjebak, “ujarnya.

Kepala BKSDA Sumsel Hasibuan mengatakan, pasca-penangkapan Harimau di desa Plakat, Muaraenim pada 21 Januari yang lalu, pihak kami masih mendalami kemungkinan besar satwa liar tersebut merupakan pemangsa lima warga yang tewas.

Hingga saat ini tim medis di Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) belum bisa melakukan uji laboratorium lantaran kondisi harimau tersebut masih labil.

Meski demikian ia memastikan harimau itu dalam kondisi sehat. “Catatan kami hingga saat ini masih ada sekitar 17 individu harimau baik di Sumatera Selatan sendiri maupun di Rejang Lebong,” bebernya. (*)

laporan : adeni andriadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *