Karya Cek Awa Desa Riding (OKI)
KAYUAGUNG, SuaraSumselNews | ADA Tas jinjing yang ukurannya kecil dan menarik saat dibawa oleh kaum ibu dan para remaja. Betapa tidak, karena bajetnya 100% dijamin bakalan tidak menguras dompet seperti harga tas kulit sintetik yang biasa dipajang di berbagai pusat pertokoan.
Mengapa demikian? Karena tas hasil karya para wanita lanjut usia asal Desa Riding Kecamatan Pangkalan Lampam, Ogan Komering Ilir (OKI), ternyata terbuat dari rumput liar. Mungkin yang ada disana biasa menyebutnya purun.
Tidak cuma bisa dijadikan tas, rumput purun pun ternyata bisa dianyam untuk dijadikan tempat tisu dan kotak kecil sebagai tempat untuk menyimpan perhiasan.
Buktinya, Cek Awa, (68). Penglihatannya masih begitu jelas saat mempertemukan warna serta motif saat mengerjakan anyaman terbuat dari rumput liar itu.
Saat ditemui media ini di kolong rumah miliknya, Selasa pagi (4/2), ia tengah sibuk dengan jari jemarinya menata setiap lembar kecil rumput liar (purun) itu sampai selesai dan menjadi sebuah souvernir bernilai uang.
Jerih payahnya dalam waktu dekat akan segera ia jual kepada para pemesan yang setiap satu bulan sekali datang kerumahnya.
Dengan ditemani oleh sang suami, Ruslan, (74) Cek Awa, mengatakan, bahwa ia sudah menganyam sejak ia masih muda. Tepatnya sewaktu ia baru menikah.
Purun adalah jenis tanaman rumput liar yang hidup di rawa dan gambut. purun sering disamakan dengan daun pandan meski ukurannya jauh lebih kecil. Bagi warga Desa setempat, purun sangat akrab dengan keseharian karena desa mereka di kelilingi oleh rawa-rawa serta gambut.
Cek Awa mengaku tidak cuma bisa membuat tas, kotak tisu, serta tempat untuk menyimpan perhiasan, purun pun bisa dijadikan tembikar, karpet, sajadah, sumpit (karung kecil), kukusan serta besek atau bakul.
Meski kisaran harga sama sekali tidak sebanding dengan tenaga yang ia keluarkan, Cek Awa bersikukuh tetap ingin menganyam rumput liar itu.
“Sebenernye nganyam ini cukup mudah. Tapi proses produksinye yang lame, ” ucap Cek Awa dengan logat khas desa setempat.
Bahan bakunye diambek di rawa gambut yang ade di sekitar sini. Selanjutnye, dijemur sampe kering. Ditumbuk dengan kayu tujuannye agar supaye lentur dan menipiskan bahan baku anyaman.
Agar terlihat lebih bagus daun purun dienjok pewarne sesuai pesanan. “Kame meroduksi sesuai dengan pesanan berape bae banyaknye kamek siap layani, “kata Cek Awa.
Anyaman dari daun purun banyak dijadike sebagai buah tangan dan suvenir pernikahan, ulang tahun dan acara-acara lainnya karena bentuknya yang unik dan harganya terbilang murah.
Cik Awa menambahkan selembar tikar ia jual Rp 50.000, sumpit (karung kecil) Rp 5.000, bakul dan besek Rp15.000, kukusan Rp15.000, tas Rp20.000, dan sajadah Rp15.000. (*)
laporan ; adeni andriadi