PALEMBANG, SuaraSumselNews | Sarasehan dan Dialog Kebangsaan Merajut Kebhinnekaan Mewujudkan Kebersamaan dan Kesejahteraan di Hotel Swarna Dwipa, Rabu (20/3). Dihadiri Gubernur Sumsel H Herman Deru, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Moh Mahfud MD SH.SU, Kapolda Sumsel Irjen Pol Zulkarnain Adinegara, Pangdam II Sriwijaya Mayjen TNI Irwan, Ketua Pujasuma Joko Susilo dan masyarakat Pujasuma.
Dalam kesempatan tersebut, gubernur Sumsel H Herman Deru yang didaulat menjadi pembicara utama dalam acara mengatakan di Sumsel tidak ada perbedaan suku.
“Di Sumsel ini tidak ada pembedaan kesempatan untuk menjadi pejabat. Begitupun soal suku kita semua tidak ada masalah walaupun banyak jumlahnya. Buktinya banyak sekali orang Jawa yang ada di Sumsel ini Alhamdulillah semua betah menetap disini. Orang Jawa di sini semua Happy makanya jarang ada yang mau pulang ke Jawa lagi,” ucap Deru.
Menurutnya, keberadaan warga Jawa di Sumsel sudah tak asing lagi, terutama sejak program Transmigrasi dicanangkan pemerintah pusat pada masa pemerintahan Presiden Suharto. Dimana salah satu daerah sasaran program tersebut yakni Belitang, OKU Timur saat dirinya menjabat Bupati.
“Jadi bagi kami kebersamaan ini sudah biasa sekali. Warga asli Komering dan Jawa sangat berbaur malah. Saya contohnya sampai bisa bahasa Jawa,” ujar HD, sembari mengucapkan terima kasih atas kedatangan Sri Sultan Hamengku Buwono X di Sumsel.
Sementara itu Sri Sultan HB X dalam sambutannya mengatakan bahwa Kebhinnekaan di Indonesia sudah ada jauh sebelum Bangsa Indonesia merdeka. Hal itu dibuktikan dengan adanya Sumpah Pemuda.
“Bangsa ini sudah berani menentang penjajah dengan mendeklarasikan Bangsa Indonesia jauh sebelum bangsa ini merdeka, makanya setiap dialog dengan mahasiswa di kampus di Yogya saya selalu mengingatkan agar mereka menjaga keetnikan saudara-saudara,” ujarnya.
Menurutnya perbedaan yang ada di Indonesia sangat diakui oleh founding father melalui Bhinneka Tungga Ika. Atas dasar itula Bhinneka Tunggal Ika jangan hanya dijadikan sebagai simbol negara semata melainkan sebagai strategi integrasi bangsa.
“Indonesia dengan Kebhinnekaan itu dasarnya adalah persatuan bukan kesatuan jadi tidak ada minoritas dan mayoritas,” ucapnya.
Sementara, mantan Ketua MK, Prof Moh. Mahfud MD dalam kesempatan tersebut mengungkapkan, bahwa dengan Kebhinnekaan Tunggal Ika di awal negara Indonesia terbentuk tentu menimbulkan banyak pertanyaan bagaimana mengatur dan mengelola negara ini dengan sebaik-baiknya.
“Dengan suku yang banyak lalu timbul pertanyaan bagaimana mengaturnya? Sempat ada perdebatan apakah Indonesia mau dijadikan Kerajaan atau Republik. Akhirnya disepakatilah dibentuk negara demokrasi,” urainya.
Mahfud menambahkan, dalam Pemilu bertujuan memilih pemimpin di legislatif dan eksekutif. Yakni mereka yang membuat peraturan dan yang melaksananya. Untuk itu ia mengajak masyarakat mengikuti Pemilu agar lahir pemerintah dan pemimpin yang kuat.
“Bukan untuk perpecahan. Karena memilih atau tidak memilih pemimpin itu harus lahir. silahkan saja berbeda tidak masalah untuk mencari yang bagus tapi jangan bertengkar. Karena ini untuk tujuan jangka panjang,” paparnya. (as)