MUSIRAWAS, SuaraSumselNews- Layang-layang, merupakan permainan tradisional. Seiring arus perubahan zaman, permainan ini fakum dan jarang terlihat melayang-layang di udara. Fakumnya permainan tradisional ini akibat perubahan zaman.
Terkait masalah itu, pemuda Karang Taruna Desa Surodadi Kecamatan Tugumulyo Kabupaten Musirawas, mengulang kembali kejayaan permainan layang-layang. Hari Minggu (25/8), sekitar pukul 15.30 WIB, para pemuda itu memperlihatkan kreativitas mereka. Di Agropolitan Center, mereka bermain layang-layang.
Pelopor layang-layang itu, Joni Nasution mengatakan, saat ini permainan layang-layang sudah jarang terlihat lagi sejak berkembangnya zaman. “Melalui kegiatan seperti ini, kita ingin pemuda dan pemudi berkreativitas untuk hal-hal yang lebih positif. Misalnya menggelar permainan layang-layang,” kata Joni.
Menurut dia, digelarnya permainan itu, semuanya hasil kreatifitas pemuda dan pemudi melalui organisasi karang taruna. Sedangkan untuk jumlah peminat, saat ini sudah semakin berkembang. Meningkatnya permainan layang-layang yang merupakan permainan tradisional itu, harus ada gagasan yang baik sehingga keinginan masyarakat jadi terpacu.
Bahkan, separuh dari warga Desa Surodadi juga sangat antusias menghadiri permainan layang-layang tersebut. Untuk permainan layang-layang ini, kata Joni, selama ini jarang tampak di Musirawas.
“Dengan dilakukan kegiatan ini (layang-layang), memberi efek positif bagi pemuda dan pemudi di Kabupaten Musirawas, khususnya Desa Sorodadi. Ke depanya, saya juga berharap agar Pemerintah Kabupaten Musirawas dapat memberi fasilitas bagi kreativitas para pemuda dalam festival layang-layang, sehingga anak-anak muda dan masyarakat lebih termotivasi menyelenggarakan permainan layang-layang ini,” ujarnya.
Bahkan, bermacam-macam jenis layang-layangan dari hasil kreativitas pemuda Karang Taruna Desa Surodadi Kecamatan Tugumulyo Kabupaten Musirawas. Bahkan ada layang-layang berbentuk wayang golek, burung, ikan dan sebagainya. Sedangkan untuk bahan baku pembuatan layang-layang seperti bambu, banyak tersedia di Desa Surodadi ini.
Bahkan untuk proses pembuatan layang-layang pun sangat simpel. Dalam dalam waktu dua jam, satu layangan sudah bisa dihasilkan. “Untuk satu layangan bisa dijual seharga Rp 10 ribu-50 ribu. Yah tergantung ukuran dan modelnya seperti apa,” ungkap Joni.
Menurut Joni, saat ini belum ada yang terlihat unik dan menjadi favorit. Yang jelas mereka (peserta) ingin tampil beda. Mengapa demikian, karena untuk mendapatkan bahan-bahan yang berkualitas sangat susah. Seharusnya bahan-bahan itu dari parasut. “Jika menggunakan kertas, sekali pakai sudah banyak yang robek dan mudah disobek,” katanya.
Sementara itu, tokoh masyarakat sekaligus pengerak layang-layang, Taman mengatakan, awalnya ia melihat anak-anak bermain layang-layang di pinggir jalan raya. “Karena itu kita arahkan agar anak-anak dan pemuda ini diberi ruang sekaligus kita bimbing. Kemudian mereka dibawa ke tempat nyaman sehingga tidak mengganggu jalan umum,” ujar Taman.
Jika banyak peminatnya, Taman berjanji akan membuat arena lomba atau festival layang-layang. Untuk saat ini, sudah ada beberapa desa atau kampung, yakni kampung F, G, Kali Bening dan Betung yang sudah bergabung untuk bermain layang-layang. Sedangkan untuk bentuk layang-layang tersendiri tidak terbatas, karena hasil dari inovasi dan kreatif anak-anak dan para pemuda. (*)