Seniman Nantikan Perda Kesenian

PALEMBANG, Suara Sumsel News- Pembahasan Peraturan Walikota (Perwali) tentang seni dan kebudayaan, menghasilkan kesepakatan tentang pemberdayaan Dewan Kesenian Palembang dan cabang kesenian.

Kesepakatan itu ditandai dengan disepakatinya unsur-unsur kesenian serta pengelolaan tentang seni, berikut anggaran yang akan dialokasikan bagi peristiwa kebudayaan. Menurut pembicara dari Universitas IBA, Dr Tarech Rasyid, agar kehidupan berkesenian di Kota Palembang dapat dinaungi dasar hukum yang kuat, pelaksanaanya harus mendapat perhatian dari pemerintah kota.

“Sudah lebih dari 30 tahun kita berkesenian, namun keadaannya masih tetap seperti ini. Agar kesenian itu menjadi hidup, harus dialokasi dengan anggaran yang jelas dari pemerintah,” ujar Tarech, saat menjelaskan makalahnya dalam diskusi dengan kelompok seniman, di ruang rapat Hotel Paradis, kemarin.

Saat ini, katanya, belum ada payung hukum atau peraturan daerah (Perda) terkait perlindungan hukum bagi seni dan budaya di Kota Palembang. Karena itu, hal seperti ini tidak dapat dibiarkan secata terus-menerus, karena dengan perlindungan dan anggaran yang jelas, seni budaya di Kota Palembang dapat hidup sesuai yang diharapkan masyarakat seniman selama ini.

Sementara sebagai moderator, Anwar Putra Bayu, mengatakan untuk membentuk perda kesenian dibutuhkan waktu yang lama. Paling tidak, kata Bayu, segala energi yang terkuras belum tentu bisa menghasilkan sasaran yang tepat.

“Untuk mengembangkan seni dan budaya di daerah ini, kita tidak bisa menunggu perda tentang kesenian. Sebab, untuk membentuk perda kesenian dibutuhkan waktu yang sangat panjang. Dalam lima tahun, belum tentu perda yang diharapkan itu dapat terwujud,” ujar Bayu.

Menurut Bayu, perda kesenian nasional yang baru tahun lalu itu diterbitkan, itu sudah diperjuangkan sejak tahun 1970-an. Begitu gigihnya para seniman berjuang untuk mewujudkan perda berkesenian. “Akhirnya baru tahun lalu, DPR mengesahkan perda kesenian tersebut,” katanya.

Kegiatan bertajuk “ Focus Group Discussion” tentang kesenian itu diikuti sekitar 40 seniman dari berbagai genre. Misalnya, sastrawan, pelukis, pemusik dan penari, menyepakati berbagai point yang dibicarakan dalam diskusi itu.

“Kita berusaha mengalokasi seni dan budaya dari para seniman. Misalnya, di Palembang ini terdapat seni teater tradisional, seperti dulmuluk dan bangsawan. Dua genre seni pentas ini dialokasikan ke Walikota Palembang, Harnojoyo. Dengan menggagas  segala bentuk seni dan budaya wong Plembang, ke depannya dapat dimasukkan ke dalam program Perwali,” tukas seniman tari, Elly Rudi, seusai acara itu.

Menurut dia, banyak seni budaya Palembang yang belum dialokasi secara massal oleh masyarakat. Karena itu Elly mengatakan, selain tari tanggai dan tari pagar pengantin, wong Plembang memiliki tari kipas, tari serimpi dan tari-tari lain yang jarang dilihat masyarakat.

“Apakah produk budaya ini akan kita lupakan? Saya kira kita sangat rugi apabila tari-tarian yang jarang dilihat masyarakat daerah itu dilupakan begitu saja. Karenanya, dalam kesempatan diskusi ini harus kita bicarakan pula, kemudian memasukkan ke program kebudayaan di Perwali nanti,” katanya.

Selain tari, seni musik Palembang juga dibicarakan. Namun seniman bingung ketika seni musik Palembang dilontarkan. Sebab, kata Elly, selama ia berkesenian lebih dari 40 tahun, belum pernah mendengar adanya musik wong Palembang. Jika dalam tari-tarian ada musik tradisional yang mengiringinya, itu merupakan karya seniman-seniman dari daerah. “Saya katakan dalam diskusi itu, musik asli wong Plembang, boleh dikata tidak ada sama sekali,” ujarnya.

Menyinggung soal perangkat alat musik gamelan Palembang, Elly menyatakan, dulu, perangkat alat musik gamelan memang ada. Tapi hingga kini tidak ada lagi generasi muda yang memahami corak tabuhan dan warna musiknya. “Makanya perangkat musik gamelan Palembang saat ini boleh dikatakan mati,” pungkasnya. (*)

Peliput/editor : anto narasoma

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *